Selasa, 10 November 2015

Hubungan Tuhan dan Manusia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, di mana setiap manusia kini tengah disibukkan dengan urusan duniawi, sehingga melalaikan kehidupan yang lebih kekal, yaitu akhirat. Oleh karena itu timbullah gejala-gejala kemerosotan moral akhlak yang telah sampai pada titik yang sangat mencemaskan, antara lain dengan bertambahnya aneka sumber kemaksiatan secara mencolok. Kenakalan remaja pun semakin meningkat. Hal ini ditandai semakin banyaknya terjadi dikalangan remaja perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada kriminalitas, seks bebas, perkelahian antar pelajar, korban narkoba dan dekadensi moral lainnya.
Kenyataan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya. Mereka mengira dengan uang dan materi akan mampu membahagiakan mereka, justru karena sibuknya orang tua dalam mencari dan mengumpulkan harta benda, sehingga mengesampingkan kasih sayang terhadap anak-anak mereka. Hal ini akan berdampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak mereka.
Dalam konteks psikologi pendidikan, seorang anak pada dasarnya akan meniru apa yang dilihat atau dialami pada lingkungannya (behaviorisme/empirisme) di mana semua memori kejadian akan tersimpan dalam pikiran alam bawah sadarnya, sehingga lambat laun akan membentuk watak serta kepribadian anak ketika dia beranjak dewasa.
Terkait dengan hal di atas, pada realitasnya berdasarkan intensitas waktu seorang anak selama satu hari misalnya, maka yang terjadi adalah anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan lingkungan di luar sekolahnya (keluarga). Sehingga hungannya dngan Allah SWT seakin menjauh. Oleh karena itu kita perlu mengetahui bagaimana kita bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan bagaimana berakhlak kepada-Nya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti akhlak kepada Allah?
2. mengapa kita harus berakhlak kepada Allah?
3. Bagaimana kita berakhlak kepada Allah?
C. Tujuan
Adaun tujuan dari pembuatan makalah iini yakni:
1. Mengenal Allah sehingga dapat meningkatkat hubungan dan keyakinan serta kecintaan kita kepada kepadanya.
2. Dapat memahami dan menjelaskn serta mengamalkan bagaimana berakhlak kepada Allah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Penjelasan Akhlak Kepada Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut diatas. Sekurang kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
1. Karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :
فلينظرالانسان مم خلق(٥) خلق من ماء دافق(٦) يخرج من بين الصلب والترائب(٧) (الطارق 0-٧)
Artinya : (5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)
2. Karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
والله اخرجكم من بطون امها تكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والا بصار والا فئدة لعلكم تشكرون ( النحل : ٧٨)
Artinya: "Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78)
3. Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
الله الذي سخرلكم البحر لتجري الفلك فيه بامره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون (١٢) و سخرلكم ما في السموات وما في الارض جميعا منه ان في ذلك لايت لقوم يتفكرون(الجا ثية: ١٢-١٣)
Artinya (13) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).
4. Karena Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
ولقد كرمنا بني ادم وحملنهم في البر والبحر ورزقنهم من طيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقنا تفضيلا (الاسراء٧٠)
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).

B. Jenis-Jenis Akhlak kepada Allah
Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Akhlak terhadap Allah, itu antara lain :
a. Senantiasa Bertakwa kepada Allah SWT.
Taqwa didefinisikan yakni “memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (imtitsâlu awâmirillah wajtinâbu nawâhih)”. Hakekatnya adalah Allah SWT. Rasa takut itu memerlukan ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebab itu yang berilmu akan takut kepada Allah SWT., dan yang takut kepada Allah akan bertaqwa kepadanya.
“Kitab (AL-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman pada Kitab (AL-Quran) yang telah diturunkan padamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”. (QS. Al-Baqarah 2: 2-4
Dalam surat Al-Baqarah ayat 3-4 diatas disebutkan empat kriteria orang-orang yang bertaqwa, yaitu: (1) Beriman kepada yang ghaib, (2) Mendirikan shalat, (3) Menafkahkan sebagian dari rezeki yang diterimanya dari Allah SWT, (4) Beriman dengan Kitab Suci Al-Quran dan kitab-kitab suci sebelumnya, dan (5) Beriman dengan hari Akhir.
Seseorang yang bertaqwa kepada Allah SWT akan dapat memetik manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Yakni antara lain:
1. Mendapatkan Sikap Furqan, yaitu sikap tegas membedakan antara hak dan batil, benar dan salah, halal dan haram, serta terpuji dan tercela
2. Mendapatkan Limpahan Berkah dari Langit dan Bumi
3. Mendapatkan Jalan Keluar dari Kesulitan
4. Mendapatkan Rezeki tanpa Diduga-duga
5. Mendapatkan Kemudahan dalam Urusannya
6. Menerima Penghapusan dan Pengampunan Dosa serta Mendapatkan Pahala yang Besar

b. Cinta kepada Allah SWT.
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Cinta dengan pengertian demikian sudah merupakan fitrah yang dimiliki setiap orang. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu pada diri manusia, tetapi juga mengaturnya sehingga terwujud dengan mulia. Begi seorang mukmin, cinta pertama dan yang utama sekali diberikan kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Sejalan dengan cintanya kepada Allah SWT, seorang mukmin akan mencintai Rasul dan jihad pada jalan-Nya. Inilah yang disebut dengan cinta utama. Sedangkan cinta kepada ibu-bapak, anak-anak, sanak saudara, harta benda, kedudukan, dan segala macamnya adalah cinta menengah yang harus berada dibawah cinta utama.
c. Iklas
Ikhlas yakni dimaksud dengan beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini dapat dijelaskan atas tiga unsur yakni;
1) Niat yang ikhlas
Dalam Islam faktor niat sangat penting. Apa saja seorang Muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT, bukan berdasarkan motivasi lain.
2) Beramal dengan sebaik-baiknya
Niat yang ikhlas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya. Seorang Muslim yang mengaku ikhlas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu sebaik-baiknya.
3) Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat
Unsur menyangkut pemanfaatan hasil yang diperoleh, misalnya menuntut ilmu. Setelah seorang Muslim berhasil melalui dua tahap keikhlasan, yaitu niat ikhlas karena Allah SWT dan belajar dengan rajin, tekun, dan disiplin, maka setelah berhasil mendapatkan ilmu tersebut, maka bagaimana dia memanfaatkan ilmunya dengan tepat.
Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Rsulullah saw bersabda, yang artinya:
“Selamatlah para mukhlisin.Yaitu orang-orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari-cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan…”
Seorang mukhlis tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. Sebab dia hanya berbuat semata-mata mencari keridhaan Allah SWT.
Lawan dari ikhlas adalah riya. Yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji atau karena pamrih lainnya. Seorang yang riya adalah orang yang ingin memperlihatkan kepada orang lain kebaikan yang dilakukannya. Sifat riya adalah sifat orang munafik, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat An-nisaa ayat 142:“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Rasulullah saw menamai riya dengan syirik kecil. Riya atau syirik kecil akan menghapus amalan seseorang. Dalam sebuah hadist yang panjang Rasulullah saw menggambarkan bahwa di akhirat nanti ada beberapa orang yang dicap oleh Allah SWT sebagai pendusta, ada yang mengaku berperang pada jalan Allah hingga mati syahid, padahal dia berperang hanya karena ingin dikenal sebagai seorang pemberani; ada yang mengaku mendermakan hartanya untuk mencari ridha Allah SWT, padahal dia hanya ingin disebut dermawan; dan sebagainya. Amalan semua orang itu ditolak Allah SWT dan mereka dimasukkan kedalam neraka.
Riya menyebabkan seseorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan dalam beramal. Dia akan cepat mundur dan patah semangat apabila ternyata tidak ada yang memujinya. Dia akan cepat kehabisan stamina; nafasnya tidak panjang dalam berjuang. Sebaliknya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri. Kedua hal tersebut jelas sangat merugikannya. Berbeda dengan orang ikhlas, tidak terbuai dengan pujian dan tidak patah semangat dengan kritikan. Staminanya beramal dan berjuang sangat kuat. Nafasnya panjang. Dan lebih dari itu, dia senantiasa diridhai oleh Allah SWT.
d. Khauf dan raja’ khauf
1. Khauf
Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya. Dalam Islam rasa takut harus bersumber kepada Allah. Karena hanya Allah SWT yang berhak ditakuti. Menurut Sayyid Sabiq, ada dua sebab kenapa seseorang takut kepada Allah SWT:
1) Karena dia mengenal Allah SWT (ma’rifatullah). Takut seperti ini dinamai khauf al’ Arifin. Semakin sempurna pengenalannya terhadap Allah semakin bertambah takutnya.
Rasullullah saw adalah hamba Allah yang paling mengenal-Nya, oleh sebab itu beliaulah orang yang paling takut terhadap Allah dibandingkan siapapun. Beliau besabda:
“Sesungguhnya aku orangbyang paling mengenal Allah di antara kalian, dan aku pulalah yang paling takut di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Tirmidzi)
2) Karena dosa-dosa yang dilakukannya, karenakan takut azab Allah.

Dua dampak positif dari kahuf menurut Sayyid Sabiq:
1) Melahirkan kebenaran, menyatakan kebenaran, dan memberantas kemungkaran secara tegas tanpa hrus takut pada makhluk yang menghlanginya. Keberanian seperti itulah yang dimiliki oleh para Rsul dalam penyampaian ajaran Allah.
2) Menyadarkan manusia untuk tidak meneruskan kemaksiatan yang telah dilakukannya serta menjauhkannya dari segala macam bentuk kefasikan dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Ahmad Faridh menyatakan bahwa orang yang yang takut kepada Allah bukanlah orang yang bercucuran air matanya lalu ia mengusapnya, melainkan orang yang takut kepada Allah ialah orang yang meninggalkan segala sesuatu perbuatan yang ia takuti hukumnya.
2. Raja’
Raja’ adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja’ harus didahului dengan usaha yang sungguh-sungguh. Harapan tanpa usaha namanya angan-angan kosong (tamanni). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah 2: 218)
Seorang mukmin haruslah bersikap raja’, berbuat amal saleh semata-mata untuk mengharap ridha Allah. Bila menyadari akan kesalahan segeralah bertaubat dan meminta maaf pada-nya, janganlah berputus asa untuk mencari rahmat serta ridha-Nya, karena sifat putus asa merupakan sikap-sikap orang kafir:
“...Sesungguhnya tiada berputus asalah kamu dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf 12: 87)
Kauf dan raja’ harus berlangsung sejalan dan seimbang dalam diri seorang Muslim. Kalau hanya membayangkan azab Allah seseorang akan berputus asa untuk dapat masuk surga, sebaliknay bila hanya membayangkan rahmat Allah semua merasa dapat masuk surga. Rasulullah saw bersabda: “Kalau seorang mukin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah maka tidak seorang pun dapat berharap masuk surga. Dan jika orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah tidak seorang pun berputus asa untuk msuk surga.” (HR. Muslimin)

e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)
Ditinjau dari sisi tujuanya, tawakkal dibagi menjadi dua macam:
1. Tawakkal kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
2. Tawakkal kepada selain Allah
Bertawakkal kepada selain Allah ada beberapa bentuk:
• Tawakkal dalam hal-hal yang tidak mampu diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti menurunkan hujan, tolak balak, tercukupinya rizki dst. Tawakkal jenis ini hukumnya syirik besar.
• Tawakkal dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah namun Allah jadikan sebagian makhluqnya sebagai sebab untuk terwujudnya hal tersebut. Misalnya kesehatan, tercukupinya rizqi, jaminan keamanan, dst. Yang bisa mewujudkan semua ini hanyalah Allah. Namun Allah jadikan dokter dan obat sebab terwujudnya kesehatan, Allah jadikan suami sebagai sebab tercukupinya rizqi keluarganya, Allah jadikan petugas keamanan sebagai sebab terwujudnya keamanan, dst..Maka jika ada orang yang bersandar pada sebab tersebut untuk mewujudkan hal yang diinginkan maka hukumnya syirik kecil, atau sebagian ulama menyebut jenis syirik semacam ini dengan syirik khofi (samar). Namun sayangnya banyak orang yang kurang menyadari hal ini. Sering kita temukan ada orang yang terlalu memasrahkan kesembuhannya pada obat atau dokter. Termasuk juga ketergantungan hati para istri terhadap suaminya dalam masalah rizqi. Seolah telah putus harapannya untuk hidup ketika ditinggal mati suaminya.
• Tawakkal dalam arti mewakilkan atau menugaskan orang lain untuk melakukan tugasnya. Tawakkal jenis ini hukumnya mubah selama tidak disertai jiwa merasa butuh dan penyandaran hati kepada orang tersebut.
a) Jenis-jenis Tawakkal
1) Pertama, tawakkal pada peker-jaan yang mempunyai sebab dan illat. Dalam hal ini, kita harus berusaha menuruti sebab dan illat tersebut. Hulunyakitatelusuri, mua-ranya kita hiliri. Bila sudah tertumbuk ke hulu dan sampai ke hilir, barulah kita bertawakkal. Jadi, tawakkal di sini menuruti perjalanan sebab dan akibat
2) Kedua, tawakkal dalam urusan-urusan yang tidak berillat dan bersebab. Kematian yang menimpa seseorang secara tiba-tiba, atau harta benda yang terbakar secara tiba-tiba. Di saat seperti ini kita tidak boleh goyang, tidak boleh putus asa, tetapi katakanlah: ”Inaaa lillaahi wa inna ilaihi raji’uun“. Resapkan makna kalimat ini ke dalam hati, sembari mengingat, bahwa kita dilingkupi oleh takdir. Untuk itu kita harus bertawakkal (berserah diri) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT :

“….Kemudian apabila kamu telah rftembulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya“.(QS.Ali Imran : 159).
b) Hakikat Tawakkal
Di kalangan masyarakat awam banyak orang yang salah paham tentang tawakkal. Menurut mereka tawakkal ialah menyerahkan diri secara bulat-bulat kepada Allah SWT, tanpa adanya usaha dan ikhtiar. Serahkan diri kepada Allah SWT tanpa sesuatu usaha seperti mayat di hadapan orang yang memandikannya, tidak bergerak dan tidak berkata apa-apa. Adanya pendapat yang demikian, jatuhlah umat Islam di mata dunia, hina dinalali martabat mereka di tengah-tengah penduduk di dunia.
Padahal agama Islam adalah agama yang penuh dinamika, yang mendorong umatnya untuk merebut kesejahteraan hidup duniawi dan ukhrawi. Berusaha dan berikhtiar tidaklah akan mengeluarkan orang dari garis tawakkal. Berjuang mencari isi perut sesuap pagidan sesuap petang tidaklah akan menafikan tawakkal, karena hidup ini adalah untukberjuang.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban diceritakan, bahwa ada seorang Arab Badwi (dusun) yang katanya hendak bertawakkal kepada Allah SWT, sehingga dilepaskannya semua untanya. Lantas Nabi SAW menegurnya: “Ikatlali untamu itu, kemudian baru bertawakkal”
c) Keutamaan Bertawakkal
Tawakkal adalah setengah agama. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah. Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam.
1) Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata. Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan inti ajaran islam tersebut.
2) Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya amal shaleh. Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
3) Tawakkal merupakan bukti iman seseorang Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
4) Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was salam Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
5) Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin kebutuhannya Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)
d) Manfaat dan Faedah Utama Implementasi Tawakkal
Jika hati bersandar kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Alloh Subhanahu wa Ta’ala, maka :
1. Akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa. Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan.
2. Terjauhkan prevented) dari pra-sangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan.
3. Diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberiNya taufik untuk berusaha menda-patkan faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS: Ath-Thalaq: 3) Artinya Alloh akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.
4. Hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan.
5. Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan tenang karena percaya akan janjiNya sehingga hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan.

f. Syukur
Syukur adalah suatu sikap atau perilaku memuji, berterima kasih dan merasa berhutang budi kepada Allah atas karunia-Nya, bahagia atas karunia tersebut dan mencintai-Nya dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Syukur adalah salah satu sifat yang merupakan hasil refleksi dari sikap tawakal. Secara bahasa, syukur mengandung arti “sesuatu yang menunjukan kebaikan dan penyebarannya”. Sedangkan secara syar’i, pengertian syukur adalah “memberikan pujian kepada yang memberikan segala bentuk kenikmatan (Allah swt) dengan cara melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, dalam pengertian tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya”
Firman Alloh SWT yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172)
a) Tingkatan Syukur
1. Tingkatan syukur yang pertama, adalah syukur yang sudah sering kita lakukan, yaitu syukur bersyarat atau syukur parsial. Kita bersyukur atas sesuatu yang kita miliki atau kondisi baik yang kita alami. Syukur semacam ini mirip seperti rasa syukur atau ucapan terima kasih yang dilontarkan anak kecil setelah dibelikan mainan atau permen oleh bundanya.
2. Tingkatan syukur yang kedua adalah rasa syukur tak bersyarat atau syukur yang menyeluruh (holistic), yang mencakup juga semua rasa syukur yang berada di tingkatan syukur pertama (syukur parsial). Rasa syukur ini tidak terikat pada situasi dan kondisi serta menyatu pada diri Anda atau menjadi identitas Anda.
b) Manfaat Syukur Bukan Untuk Tuhan
1. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.
“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia” (QS An-Naml [27]: 40)
2. Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur.
c) Cara untuk Bersyukur
1. Syukur dengan Hati.Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuh-penuhnya nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan nikmat dari Allah. Syukur dengan hati mengantarkan manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa harus berkeberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Allah sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
2. Syukur dengan Lisan. Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Ny. Di dalam al-qur’an pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi ‘’al-hamdulillah’’. Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji ataupun kepada yang lain. Kata ‘’al’’ pada ‘’alhamdulillah’’ disebut al lil istigraq, yakni mengandung arti ‘’keseluruhan’’, sehingga kata ‘’al-hamdu’’ yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
d) Siapa yang Harus disyukuri
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah Swt. Al Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya, Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah [2]: 152).
Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah "alhamdulillah"dalam arti "segala puji (hanya) tertuju kepada Allah," namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah (Begitu bunyi suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasul Saw).
e) Keutamaan dan Manfaat bersyukur
Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur.
1. Dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Firman Alloh “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al Qhashas [27] : 77)
2. Bersyukur dapat menambah nikmat.
Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur. Firman-Nya, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim [14] : 7).
3. Dapat menenangkan hati dan jiwa serta lebih menjadikan seseorang menjadi pribadi yang bertakwa dan taat kepada Alloh SWT dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak kepada Allah artinya sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Adapun alasan mengapa kita harus berakhlak kepada Allah yaitu karena Dia yang menciptakan manusia dari air yang keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk’ Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia., Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan.
Jenis-jenis akhlak kepada Allah yaitu:
a. Senantiasa Bertakwa kepada Allah SWT.
b. Cinta kepada Allah SWT.
c. Ikhlas
d. Khauf dan raja’ khauf
e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f. Syukur
B. Saran
Dalam makalah ini masi terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dan sebagai bahan pembeljaran buat kami.



Daftar Pustaka
Ilyas Yunahar, Prof. Dr. M.A, Kuliah Akidah, Kuliah Akhlak, Yogyakarta, 2008
Redaktur Achmad Zulfikar Monday, December 13, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar