Selasa, 10 November 2015

Hubungan Manusia dengan Manusia

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasai marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan MAKALAH yang berjudul ”hubungan antar manusia” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
           
Selanjutnya salam serta shawat semoga tetap tercurah bagi hamba pilihan Allah Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat perjuangan dan pengorbanan beliaulah sehingga umat islam bisa mencapai alam yang terang benderang seperti yang sudah kita rasakan saat ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada kami sehingga kami mampu mengerjakan tugas Kliping ini, serta ucapan terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang juga ikut berpartisipasi didalamnya dalam hal pembuatan Kliping ini. Semoga dengan adanya Kliping ini akan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua amienn....

Penyusun                    




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
  2. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
  3. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
  1. Hubungan manusia dan kebudayaan.................................................... 2
  2. Hubungan manusia dan pendidikan..................................................... 3
  3. Kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan...................................... 4

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan .......................................................................................... 7
  2. Saran .................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”.  Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teruji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mampu mengemban hari kini dan masa depan umat manusia ( Mohammad Noor Syam, 1984 ). Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai – nilai budaya bagi kehidupan manusia.
Hakikat manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita dahulu. Kebudayaan  itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah tahu kalau banyak dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus globalisasi yang sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari luar yang bebas keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita sedikit terpengaruh.

B.  Rumusan Masalah
1.      Hubungan manusia dan kebudayaan
2.      Hubungan manusia dan pendidikan
3.      Kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan

C.  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui hubungan manusia dan kebudayaan
2.      Untuk mengetahui hubungan manusia dan pendidikan
3.      Untuk mengetahui kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Hubungan manusia dan kebudayaan
Manusia adalah makhluk individual, namun demikian manusia tidak hidup sendiri, tidak mungkin hidup sendirian, dan tidak pula hidup untuk dirinya sendiri. Manusia hidup dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya ( bermasyarakat ) setiap individu menepati kedudukan ( status ) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan tujuan hidup masing – masing. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan sesamanya dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing – masing maka hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan sosialitas pada setiap manusia.
 Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ). Sejalan dengan ini Ernst Cassirer menegaskan bahwa manusia tidak akan menjadi manusia karena faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya.
Kebudayaan memiliki fungsi postif bagi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan – kekuatan yang mengancam eksistensi manusia. Contoh dalam perkembangan kebudayaan yang begitu cepat, sejak abad yang lalu disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis. Kebudayaan tidak bersifat statis melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengaplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang – kadang terombang – ambing di antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau  melestarikan hal – hal lama ( tradisi ), sedang yang lain terdorong untuk menciptakan hal – hal baru ( inovasi ). Ada pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan budaya ( Ernst Cassirer, 1987 ).
Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai – nilai yang diakui bersama di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya merupakan suatu proses yang normatif, yang di dasari dengan nilai – nilai. Salah satu contoh kebudayaan adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan yang harus melihat peserta didik sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang seutuhnya. Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak.

B.       Hubungan manusia dan pendidikan
Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidupnya. Manusia disebut juga “ Homo Sapiens ” yang artinya sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya. Berawal dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin tahu maka timbulah ilmu pengetahun yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri.
Dalam hidupnya manusia digerakan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam bermasyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan – kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan – keterbatasan. Manusia tidak hanya memiliki sifat – sifat yang baik namun juga mempunyai sifat – sifat yang kurang baik. Menurut pandangan pancasila manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia. Dalam ajaran Agama Islam memandang bahwa manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. Kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kerativitas seperti pendengaran, pengelihatan serta pola piker manusia tersebut. Berdasarkan undang – undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

C.       Kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan
Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”.  Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan nilai – nilai kebudayaan yang beragam, kompleks dan terintegrasi maka suatu proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu sudut saja. Tetapi harus menggunakan pandangan yang multi displiner.
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan melahirkan kaidah – kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran yang diakhibatkan oleh kekuatan – kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah – kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak aka nada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan – tindakannya. Akan tetapi setiap manusia, bagaimana hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri.
Manusia tanpa kebudayaan dan pendidikan  bagaikan  kesatuan tubuh yang tanpa arti. Karena kebudayaan manusia dapat mengetahui semua yang ada di lingkungannya. Peranan kebudayaan dan pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Sekolah adalah salah satu contoh kebudayaan dan pendidikan. Sekolah merupakan suatu lembaga utama ( selain keluarga ) yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada anak – anaknya ( generasi penerus ). Oleh karena itu orang dewasa yang ada di sekolah ( guru ) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara mikro maupun secara makro yang meliputi tentang nilai, kepercayaan, dan norma.
Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan yang layak. Pendidikan salah satu contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai makhluk budaya. Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya ( hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan. Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan (pendidikan bersifat reflektif  ). Pendidikan juga bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan informal yang disengaja diadakan atau tidak. Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi cermin tingkat pendidikan.
Pendidikan informal lebih      dahulu     ada  dari   pada   pendidikan formal ( education dan schooling ) pendidikan informal merupakan unsur mutlak kebudayaan untuk semua tingkat kebudayaan yang muncul karena adanya pembagian kerja. Pada dasarnya keduanya disengaja dan gejala kebudayaan, pemisahan keduanya tidak berguna. Tugas kebudayaan bukan memonopoli lembaga pendidikan formal, tetapi kebersamaan warga dan negara karena segala unsure kebudayaan bernilai pendidikan baik yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia

Dengan demikian pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan demi peradaban manusia. Pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh kebudayaan hanya bias dialihkan dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan. Kalau demikian halnya maka pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengahlian pengetahuan dan keterampilan tetapi juga melalui pengalihan nilai – nilai budaya dan norma – norma sosial.
Nilai – nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan adalah berusaha mewariskan nilai – nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi dan lingkungan pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang member corak kepada watak dan kepribadian, sebab lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai – nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban juga bias mati apabila nilai – nilai, norma – norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki berhenti dan tidak berfungsi lagi.
BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ).
Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan yang layak. Pendidikan salah satu contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai makhluk budaya. Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya ( hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan. Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan (pendidikan bersifat reflektif  ). Pendidikan juga bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan.
B.       Saran
Kebudayaan  itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Kita sebagai manusia yang berbudaya setidaknya kita dapat  menjaga kebudayaan yang kita punya bahkan kalau bisa kita melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar yang akhiri – akhir ini berkembang di dunia .

DAFTAR PUSTAKA


Hatimah, I. dkk. ( 2010 ) Pembelajaran Berwawasan Kemasyaraktan.
Jakarta : Universitas Terbuka
Wahyudin, D. dkk. ( 2010 ) Pengantar PendidikanJakarta : Universitas Terbuka.
http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/hubungan-kebudayaan-dengan-pendidikan.html

Hubungan Tuhan dan Manusia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, di mana setiap manusia kini tengah disibukkan dengan urusan duniawi, sehingga melalaikan kehidupan yang lebih kekal, yaitu akhirat. Oleh karena itu timbullah gejala-gejala kemerosotan moral akhlak yang telah sampai pada titik yang sangat mencemaskan, antara lain dengan bertambahnya aneka sumber kemaksiatan secara mencolok. Kenakalan remaja pun semakin meningkat. Hal ini ditandai semakin banyaknya terjadi dikalangan remaja perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada kriminalitas, seks bebas, perkelahian antar pelajar, korban narkoba dan dekadensi moral lainnya.
Kenyataan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya. Mereka mengira dengan uang dan materi akan mampu membahagiakan mereka, justru karena sibuknya orang tua dalam mencari dan mengumpulkan harta benda, sehingga mengesampingkan kasih sayang terhadap anak-anak mereka. Hal ini akan berdampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak mereka.
Dalam konteks psikologi pendidikan, seorang anak pada dasarnya akan meniru apa yang dilihat atau dialami pada lingkungannya (behaviorisme/empirisme) di mana semua memori kejadian akan tersimpan dalam pikiran alam bawah sadarnya, sehingga lambat laun akan membentuk watak serta kepribadian anak ketika dia beranjak dewasa.
Terkait dengan hal di atas, pada realitasnya berdasarkan intensitas waktu seorang anak selama satu hari misalnya, maka yang terjadi adalah anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan lingkungan di luar sekolahnya (keluarga). Sehingga hungannya dngan Allah SWT seakin menjauh. Oleh karena itu kita perlu mengetahui bagaimana kita bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan bagaimana berakhlak kepada-Nya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti akhlak kepada Allah?
2. mengapa kita harus berakhlak kepada Allah?
3. Bagaimana kita berakhlak kepada Allah?
C. Tujuan
Adaun tujuan dari pembuatan makalah iini yakni:
1. Mengenal Allah sehingga dapat meningkatkat hubungan dan keyakinan serta kecintaan kita kepada kepadanya.
2. Dapat memahami dan menjelaskn serta mengamalkan bagaimana berakhlak kepada Allah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Penjelasan Akhlak Kepada Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut diatas. Sekurang kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
1. Karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :
فلينظرالانسان مم خلق(٥) خلق من ماء دافق(٦) يخرج من بين الصلب والترائب(٧) (الطارق 0-٧)
Artinya : (5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)
2. Karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
والله اخرجكم من بطون امها تكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والا بصار والا فئدة لعلكم تشكرون ( النحل : ٧٨)
Artinya: "Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78)
3. Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
الله الذي سخرلكم البحر لتجري الفلك فيه بامره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون (١٢) و سخرلكم ما في السموات وما في الارض جميعا منه ان في ذلك لايت لقوم يتفكرون(الجا ثية: ١٢-١٣)
Artinya (13) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).
4. Karena Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
ولقد كرمنا بني ادم وحملنهم في البر والبحر ورزقنهم من طيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقنا تفضيلا (الاسراء٧٠)
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).

B. Jenis-Jenis Akhlak kepada Allah
Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Akhlak terhadap Allah, itu antara lain :
a. Senantiasa Bertakwa kepada Allah SWT.
Taqwa didefinisikan yakni “memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (imtitsâlu awâmirillah wajtinâbu nawâhih)”. Hakekatnya adalah Allah SWT. Rasa takut itu memerlukan ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebab itu yang berilmu akan takut kepada Allah SWT., dan yang takut kepada Allah akan bertaqwa kepadanya.
“Kitab (AL-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman pada Kitab (AL-Quran) yang telah diturunkan padamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”. (QS. Al-Baqarah 2: 2-4
Dalam surat Al-Baqarah ayat 3-4 diatas disebutkan empat kriteria orang-orang yang bertaqwa, yaitu: (1) Beriman kepada yang ghaib, (2) Mendirikan shalat, (3) Menafkahkan sebagian dari rezeki yang diterimanya dari Allah SWT, (4) Beriman dengan Kitab Suci Al-Quran dan kitab-kitab suci sebelumnya, dan (5) Beriman dengan hari Akhir.
Seseorang yang bertaqwa kepada Allah SWT akan dapat memetik manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Yakni antara lain:
1. Mendapatkan Sikap Furqan, yaitu sikap tegas membedakan antara hak dan batil, benar dan salah, halal dan haram, serta terpuji dan tercela
2. Mendapatkan Limpahan Berkah dari Langit dan Bumi
3. Mendapatkan Jalan Keluar dari Kesulitan
4. Mendapatkan Rezeki tanpa Diduga-duga
5. Mendapatkan Kemudahan dalam Urusannya
6. Menerima Penghapusan dan Pengampunan Dosa serta Mendapatkan Pahala yang Besar

b. Cinta kepada Allah SWT.
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Cinta dengan pengertian demikian sudah merupakan fitrah yang dimiliki setiap orang. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu pada diri manusia, tetapi juga mengaturnya sehingga terwujud dengan mulia. Begi seorang mukmin, cinta pertama dan yang utama sekali diberikan kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Sejalan dengan cintanya kepada Allah SWT, seorang mukmin akan mencintai Rasul dan jihad pada jalan-Nya. Inilah yang disebut dengan cinta utama. Sedangkan cinta kepada ibu-bapak, anak-anak, sanak saudara, harta benda, kedudukan, dan segala macamnya adalah cinta menengah yang harus berada dibawah cinta utama.
c. Iklas
Ikhlas yakni dimaksud dengan beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini dapat dijelaskan atas tiga unsur yakni;
1) Niat yang ikhlas
Dalam Islam faktor niat sangat penting. Apa saja seorang Muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT, bukan berdasarkan motivasi lain.
2) Beramal dengan sebaik-baiknya
Niat yang ikhlas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya. Seorang Muslim yang mengaku ikhlas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu sebaik-baiknya.
3) Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat
Unsur menyangkut pemanfaatan hasil yang diperoleh, misalnya menuntut ilmu. Setelah seorang Muslim berhasil melalui dua tahap keikhlasan, yaitu niat ikhlas karena Allah SWT dan belajar dengan rajin, tekun, dan disiplin, maka setelah berhasil mendapatkan ilmu tersebut, maka bagaimana dia memanfaatkan ilmunya dengan tepat.
Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Rsulullah saw bersabda, yang artinya:
“Selamatlah para mukhlisin.Yaitu orang-orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari-cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan…”
Seorang mukhlis tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. Sebab dia hanya berbuat semata-mata mencari keridhaan Allah SWT.
Lawan dari ikhlas adalah riya. Yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji atau karena pamrih lainnya. Seorang yang riya adalah orang yang ingin memperlihatkan kepada orang lain kebaikan yang dilakukannya. Sifat riya adalah sifat orang munafik, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat An-nisaa ayat 142:“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Rasulullah saw menamai riya dengan syirik kecil. Riya atau syirik kecil akan menghapus amalan seseorang. Dalam sebuah hadist yang panjang Rasulullah saw menggambarkan bahwa di akhirat nanti ada beberapa orang yang dicap oleh Allah SWT sebagai pendusta, ada yang mengaku berperang pada jalan Allah hingga mati syahid, padahal dia berperang hanya karena ingin dikenal sebagai seorang pemberani; ada yang mengaku mendermakan hartanya untuk mencari ridha Allah SWT, padahal dia hanya ingin disebut dermawan; dan sebagainya. Amalan semua orang itu ditolak Allah SWT dan mereka dimasukkan kedalam neraka.
Riya menyebabkan seseorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan dalam beramal. Dia akan cepat mundur dan patah semangat apabila ternyata tidak ada yang memujinya. Dia akan cepat kehabisan stamina; nafasnya tidak panjang dalam berjuang. Sebaliknya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri. Kedua hal tersebut jelas sangat merugikannya. Berbeda dengan orang ikhlas, tidak terbuai dengan pujian dan tidak patah semangat dengan kritikan. Staminanya beramal dan berjuang sangat kuat. Nafasnya panjang. Dan lebih dari itu, dia senantiasa diridhai oleh Allah SWT.
d. Khauf dan raja’ khauf
1. Khauf
Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya. Dalam Islam rasa takut harus bersumber kepada Allah. Karena hanya Allah SWT yang berhak ditakuti. Menurut Sayyid Sabiq, ada dua sebab kenapa seseorang takut kepada Allah SWT:
1) Karena dia mengenal Allah SWT (ma’rifatullah). Takut seperti ini dinamai khauf al’ Arifin. Semakin sempurna pengenalannya terhadap Allah semakin bertambah takutnya.
Rasullullah saw adalah hamba Allah yang paling mengenal-Nya, oleh sebab itu beliaulah orang yang paling takut terhadap Allah dibandingkan siapapun. Beliau besabda:
“Sesungguhnya aku orangbyang paling mengenal Allah di antara kalian, dan aku pulalah yang paling takut di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Tirmidzi)
2) Karena dosa-dosa yang dilakukannya, karenakan takut azab Allah.

Dua dampak positif dari kahuf menurut Sayyid Sabiq:
1) Melahirkan kebenaran, menyatakan kebenaran, dan memberantas kemungkaran secara tegas tanpa hrus takut pada makhluk yang menghlanginya. Keberanian seperti itulah yang dimiliki oleh para Rsul dalam penyampaian ajaran Allah.
2) Menyadarkan manusia untuk tidak meneruskan kemaksiatan yang telah dilakukannya serta menjauhkannya dari segala macam bentuk kefasikan dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Ahmad Faridh menyatakan bahwa orang yang yang takut kepada Allah bukanlah orang yang bercucuran air matanya lalu ia mengusapnya, melainkan orang yang takut kepada Allah ialah orang yang meninggalkan segala sesuatu perbuatan yang ia takuti hukumnya.
2. Raja’
Raja’ adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja’ harus didahului dengan usaha yang sungguh-sungguh. Harapan tanpa usaha namanya angan-angan kosong (tamanni). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah 2: 218)
Seorang mukmin haruslah bersikap raja’, berbuat amal saleh semata-mata untuk mengharap ridha Allah. Bila menyadari akan kesalahan segeralah bertaubat dan meminta maaf pada-nya, janganlah berputus asa untuk mencari rahmat serta ridha-Nya, karena sifat putus asa merupakan sikap-sikap orang kafir:
“...Sesungguhnya tiada berputus asalah kamu dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf 12: 87)
Kauf dan raja’ harus berlangsung sejalan dan seimbang dalam diri seorang Muslim. Kalau hanya membayangkan azab Allah seseorang akan berputus asa untuk dapat masuk surga, sebaliknay bila hanya membayangkan rahmat Allah semua merasa dapat masuk surga. Rasulullah saw bersabda: “Kalau seorang mukin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah maka tidak seorang pun dapat berharap masuk surga. Dan jika orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah tidak seorang pun berputus asa untuk msuk surga.” (HR. Muslimin)

e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)
Ditinjau dari sisi tujuanya, tawakkal dibagi menjadi dua macam:
1. Tawakkal kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
2. Tawakkal kepada selain Allah
Bertawakkal kepada selain Allah ada beberapa bentuk:
• Tawakkal dalam hal-hal yang tidak mampu diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti menurunkan hujan, tolak balak, tercukupinya rizki dst. Tawakkal jenis ini hukumnya syirik besar.
• Tawakkal dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah namun Allah jadikan sebagian makhluqnya sebagai sebab untuk terwujudnya hal tersebut. Misalnya kesehatan, tercukupinya rizqi, jaminan keamanan, dst. Yang bisa mewujudkan semua ini hanyalah Allah. Namun Allah jadikan dokter dan obat sebab terwujudnya kesehatan, Allah jadikan suami sebagai sebab tercukupinya rizqi keluarganya, Allah jadikan petugas keamanan sebagai sebab terwujudnya keamanan, dst..Maka jika ada orang yang bersandar pada sebab tersebut untuk mewujudkan hal yang diinginkan maka hukumnya syirik kecil, atau sebagian ulama menyebut jenis syirik semacam ini dengan syirik khofi (samar). Namun sayangnya banyak orang yang kurang menyadari hal ini. Sering kita temukan ada orang yang terlalu memasrahkan kesembuhannya pada obat atau dokter. Termasuk juga ketergantungan hati para istri terhadap suaminya dalam masalah rizqi. Seolah telah putus harapannya untuk hidup ketika ditinggal mati suaminya.
• Tawakkal dalam arti mewakilkan atau menugaskan orang lain untuk melakukan tugasnya. Tawakkal jenis ini hukumnya mubah selama tidak disertai jiwa merasa butuh dan penyandaran hati kepada orang tersebut.
a) Jenis-jenis Tawakkal
1) Pertama, tawakkal pada peker-jaan yang mempunyai sebab dan illat. Dalam hal ini, kita harus berusaha menuruti sebab dan illat tersebut. Hulunyakitatelusuri, mua-ranya kita hiliri. Bila sudah tertumbuk ke hulu dan sampai ke hilir, barulah kita bertawakkal. Jadi, tawakkal di sini menuruti perjalanan sebab dan akibat
2) Kedua, tawakkal dalam urusan-urusan yang tidak berillat dan bersebab. Kematian yang menimpa seseorang secara tiba-tiba, atau harta benda yang terbakar secara tiba-tiba. Di saat seperti ini kita tidak boleh goyang, tidak boleh putus asa, tetapi katakanlah: ”Inaaa lillaahi wa inna ilaihi raji’uun“. Resapkan makna kalimat ini ke dalam hati, sembari mengingat, bahwa kita dilingkupi oleh takdir. Untuk itu kita harus bertawakkal (berserah diri) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT :

“….Kemudian apabila kamu telah rftembulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya“.(QS.Ali Imran : 159).
b) Hakikat Tawakkal
Di kalangan masyarakat awam banyak orang yang salah paham tentang tawakkal. Menurut mereka tawakkal ialah menyerahkan diri secara bulat-bulat kepada Allah SWT, tanpa adanya usaha dan ikhtiar. Serahkan diri kepada Allah SWT tanpa sesuatu usaha seperti mayat di hadapan orang yang memandikannya, tidak bergerak dan tidak berkata apa-apa. Adanya pendapat yang demikian, jatuhlah umat Islam di mata dunia, hina dinalali martabat mereka di tengah-tengah penduduk di dunia.
Padahal agama Islam adalah agama yang penuh dinamika, yang mendorong umatnya untuk merebut kesejahteraan hidup duniawi dan ukhrawi. Berusaha dan berikhtiar tidaklah akan mengeluarkan orang dari garis tawakkal. Berjuang mencari isi perut sesuap pagidan sesuap petang tidaklah akan menafikan tawakkal, karena hidup ini adalah untukberjuang.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban diceritakan, bahwa ada seorang Arab Badwi (dusun) yang katanya hendak bertawakkal kepada Allah SWT, sehingga dilepaskannya semua untanya. Lantas Nabi SAW menegurnya: “Ikatlali untamu itu, kemudian baru bertawakkal”
c) Keutamaan Bertawakkal
Tawakkal adalah setengah agama. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah. Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam.
1) Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata. Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan inti ajaran islam tersebut.
2) Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya amal shaleh. Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
3) Tawakkal merupakan bukti iman seseorang Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
4) Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was salam Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
5) Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin kebutuhannya Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)
d) Manfaat dan Faedah Utama Implementasi Tawakkal
Jika hati bersandar kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Alloh Subhanahu wa Ta’ala, maka :
1. Akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa. Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan.
2. Terjauhkan prevented) dari pra-sangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan.
3. Diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberiNya taufik untuk berusaha menda-patkan faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS: Ath-Thalaq: 3) Artinya Alloh akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.
4. Hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan.
5. Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan tenang karena percaya akan janjiNya sehingga hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan.

f. Syukur
Syukur adalah suatu sikap atau perilaku memuji, berterima kasih dan merasa berhutang budi kepada Allah atas karunia-Nya, bahagia atas karunia tersebut dan mencintai-Nya dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Syukur adalah salah satu sifat yang merupakan hasil refleksi dari sikap tawakal. Secara bahasa, syukur mengandung arti “sesuatu yang menunjukan kebaikan dan penyebarannya”. Sedangkan secara syar’i, pengertian syukur adalah “memberikan pujian kepada yang memberikan segala bentuk kenikmatan (Allah swt) dengan cara melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, dalam pengertian tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya”
Firman Alloh SWT yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172)
a) Tingkatan Syukur
1. Tingkatan syukur yang pertama, adalah syukur yang sudah sering kita lakukan, yaitu syukur bersyarat atau syukur parsial. Kita bersyukur atas sesuatu yang kita miliki atau kondisi baik yang kita alami. Syukur semacam ini mirip seperti rasa syukur atau ucapan terima kasih yang dilontarkan anak kecil setelah dibelikan mainan atau permen oleh bundanya.
2. Tingkatan syukur yang kedua adalah rasa syukur tak bersyarat atau syukur yang menyeluruh (holistic), yang mencakup juga semua rasa syukur yang berada di tingkatan syukur pertama (syukur parsial). Rasa syukur ini tidak terikat pada situasi dan kondisi serta menyatu pada diri Anda atau menjadi identitas Anda.
b) Manfaat Syukur Bukan Untuk Tuhan
1. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.
“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia” (QS An-Naml [27]: 40)
2. Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur.
c) Cara untuk Bersyukur
1. Syukur dengan Hati.Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuh-penuhnya nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan nikmat dari Allah. Syukur dengan hati mengantarkan manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa harus berkeberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Allah sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
2. Syukur dengan Lisan. Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Ny. Di dalam al-qur’an pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi ‘’al-hamdulillah’’. Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji ataupun kepada yang lain. Kata ‘’al’’ pada ‘’alhamdulillah’’ disebut al lil istigraq, yakni mengandung arti ‘’keseluruhan’’, sehingga kata ‘’al-hamdu’’ yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
d) Siapa yang Harus disyukuri
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah Swt. Al Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya, Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah [2]: 152).
Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah "alhamdulillah"dalam arti "segala puji (hanya) tertuju kepada Allah," namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah (Begitu bunyi suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasul Saw).
e) Keutamaan dan Manfaat bersyukur
Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur.
1. Dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Firman Alloh “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al Qhashas [27] : 77)
2. Bersyukur dapat menambah nikmat.
Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur. Firman-Nya, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim [14] : 7).
3. Dapat menenangkan hati dan jiwa serta lebih menjadikan seseorang menjadi pribadi yang bertakwa dan taat kepada Alloh SWT dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak kepada Allah artinya sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Adapun alasan mengapa kita harus berakhlak kepada Allah yaitu karena Dia yang menciptakan manusia dari air yang keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk’ Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia., Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan.
Jenis-jenis akhlak kepada Allah yaitu:
a. Senantiasa Bertakwa kepada Allah SWT.
b. Cinta kepada Allah SWT.
c. Ikhlas
d. Khauf dan raja’ khauf
e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f. Syukur
B. Saran
Dalam makalah ini masi terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dan sebagai bahan pembeljaran buat kami.



Daftar Pustaka
Ilyas Yunahar, Prof. Dr. M.A, Kuliah Akidah, Kuliah Akhlak, Yogyakarta, 2008
Redaktur Achmad Zulfikar Monday, December 13, 2010